
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) RPP bersama KPU Provinsi seluruh Indonesia dan KPU kabupaten/kota
Palu, kpu.go.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi II DPR RI mendukung terobosan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pengajuan konsep Rumah Pintar Pemilu (RPP) dan sosialisasi pendidikan pemilih berbasis keluarga. Dukungan Komisi II DPR RI tersebut tidak hanya pada Peraturan KPU, tetapi juga dorongan anggarannya.
Dukungan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fandi Utomo saat memberikan pengarahan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) RPP bersama KPU Provinsi seluruh Indonesia dan KPU kabupaten/kota yang menjadi pilot project RPP, Kamis (24/08) di Palu Sulawesi Tengah.
Fandi juga menjelaskan RPP sebelumnya belum ada di Peraturan KPU, sehingga pembiayaannya belum bisa dialokasikan khusus untuk RPP, dan baru kali ini masuk dalam Peraturan KPU. Fandi juga meminta KPU tidak berhenti pada konsepsi RPP ini saja, tetapi juga mendorong untuk menjadi sekolah pendidikan politik bagi pemilih dalam pemilu.
“Pendidikan politik dari aspek KPU tidak hanya RPP dengan pemilih pemula atau segmen khusus, tetapi KPU juga harus punya sekolah pendidikan politik bagi pemilih dan penyelenggara. Seperti halnya partai politik yang sekarang punya sekolah politik,” tutur Fandi yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Rekrutmen penyelenggara terus menerus dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, hingga KPPS, tambah Fandi. Untuk itu pendidikan politik untuk penyelenggara juga harus terus menerus. Kalau bisa juga ada sertifikasi bagi penyelenggara, karena banyak penyelenggara yang tidak bisa menjawab apa itu pemilu secara leterlek sebagai proses demokrasi dalam pergantian pemimpin.
“RPP bisa fokus pada pemilih pemula, pendidikan pemilih berbasis keluarga pada penekanan pemilu berintegritas, dan sekolah politik bisa untuk penyelenggara. Peserta, pemilih, dan penyelenggara harus mengenal tata cara pemilu, bagaimana pemilu yang berintegritas, resiko hukum, dan hal lainnya,” pungkas Fandi.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy memberikan pengarahan terkait Undang Undang (UU) pemilu yang baru saja disahkan. UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia, selain karena pemilu serentak, juga UU pemilu ini hasil kodifikasi atas tiga UU.
“Sebelumnya pemerintah memberikan judul UU penyelenggaran pemilu, tetapi kami merubahnya judulnya menjadi UU pemilu. UU ini pada dasarnya gabungan dari UU Penyelenggara Pemilu, UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, dan UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Bahkan pada awalnya kodifikasi ini untuk lima UU, tambah UU parpol dan UU MD3, tetapi itu pasti lebih rumit dan waktunya mepet,” papar Lukman Edy yang berasal dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Ada persoalan baru juga, tambah Lukman, yaitu UU Parpol dan UU Pilkada yang harus segera direvisi untuk menyesuaikan dengan UU Pemilu. Seperti contoh Bawaslu yang struktur, kewenangan, dan eksistensinya sudah berbeda. Pola transisional juga diperlukan antara UU Pilkada dan UU Pemilu sebagai implikasi dari itu semua. (Arf/red. Foto Ieam/Humas KPU)