Berita Terkini

938

RPP Saat Ini Masih Belum Memenuhi Standar, Karena Keterbatasan Ruangan

Palu, kpu.go.id – Pembentukan Rumah Pintar Pemilu (RPP) telah dirintis sejak tahun 2015 dengan 9 provinsi dan 18 kabupaten/kota, kemudian tahun 2016 di 10 provinsi, dan tahun 2017 di 15 provinsi dan 273 kabupaten/kota. Sisanya akan diselesaikan pada tahun 2018 – 2019 telah terbentuk di seluruh Indonesia. Menurut Kepala Biro Teknis dan Hupmas Nur Syarifah atau biasa disapa Inung, pada tahun 2017 ini masih ada lima provinsi yang belum terbentuk RPP, yaitu Bangka Belitung, Jambi, Maluku, Riau, dan Papua. Kelima provinsi tersebut ditargetkan dapat membentuk RPP di tahun 2017 ini. “RPP saat ini masih ada yang belum memenuhi standar, karena keterbatasan ruangan, seperti di KPU RI, Kalimantan Utara dan Jembrana. RPP yang sudah memenuhi standar contohnya di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Bima, dan Ketapang. Display yang ditampilkan juga bisa menggunakan konten lokal seperti di Kota Semarang dan Bogor. Tata letak RPP juga harus memenuhi unsur etestika dan proporsionalitas,” tutur Inung saat menyampaikan hasil monitoring dan supervisi RPP. Selain itu, kegiatan di RPP juga tidak hanya berbasis anggaran, tambah Inung. Kegiatan RPP belum maksimal menjangkau semua segmen dan belum terintegrasi dengan baik. Untuk itu, RPP bisa bekerjasama dengan stakeholder, mendesain kegiatan pendidikan pemilih yang kreatif, pemanfaatan media sosial, kegiatan yang bermuatan lokal, pemanfaatan hari besar nasional, kegiatan rutin seperti car free day. “KPU juga akan mempunyai RPP project nasional, yaitu zona demokrasi dan pemilu yang akan dikelola KPU Kota Yogyakarta dan ditempatkan di Taman Pintar Yogyakarta. Pertimbangannya, Yogyakarta adalah kota pendidikan dan pariwisata, dan taman pintar ini area publik yang strategis karena area wahana edukasi dan anak-anak juga,” ujar Inung. RPP project nasional ini direncanakan akan diresmikan pada tanggal 7 Oktober 2017 bertepatan dengan ulang tahun Kota Yogyakarta ke-261. Pengunjung taman pintar ini setiap tahunnya lebih dari 1 juta orang, sehingga diharapkan project nasional ini dapat memebrikan kontribusi tidak hanya kuantitatif, tetapi juga kualitatif dalam peningkatan kesadaran masyarakat untuk demokrasi dan pemilu. (Arf/red. Foto Ieam/Humas KPU)


Selengkapnya
999

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) RPP bersama KPU Provinsi seluruh Indonesia dan KPU kabupaten/kota

Palu, kpu.go.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi II DPR RI mendukung terobosan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pengajuan konsep Rumah Pintar Pemilu (RPP) dan sosialisasi pendidikan pemilih berbasis keluarga. Dukungan Komisi II DPR RI tersebut tidak hanya pada Peraturan KPU, tetapi juga dorongan anggarannya. Dukungan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fandi Utomo saat memberikan pengarahan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) RPP bersama KPU Provinsi seluruh Indonesia dan KPU kabupaten/kota yang menjadi pilot project RPP, Kamis (24/08) di Palu Sulawesi Tengah. Fandi juga menjelaskan RPP sebelumnya belum ada di Peraturan KPU, sehingga pembiayaannya belum bisa dialokasikan khusus untuk RPP, dan baru kali ini masuk dalam Peraturan KPU. Fandi juga meminta KPU tidak berhenti pada konsepsi RPP ini saja, tetapi juga mendorong untuk menjadi sekolah pendidikan politik bagi pemilih dalam pemilu. “Pendidikan politik dari aspek KPU tidak hanya RPP dengan pemilih pemula atau segmen khusus, tetapi KPU juga harus punya sekolah pendidikan politik bagi pemilih dan penyelenggara. Seperti halnya partai politik yang sekarang punya sekolah politik,” tutur Fandi yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat ini. Rekrutmen penyelenggara terus menerus dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, hingga KPPS, tambah Fandi. Untuk itu pendidikan politik untuk penyelenggara juga harus terus menerus. Kalau bisa juga ada sertifikasi bagi penyelenggara, karena banyak penyelenggara yang tidak bisa menjawab apa itu pemilu secara leterlek sebagai proses demokrasi dalam pergantian pemimpin. “RPP bisa fokus pada pemilih pemula, pendidikan pemilih berbasis keluarga pada penekanan pemilu berintegritas, dan sekolah politik bisa untuk penyelenggara. Peserta, pemilih, dan penyelenggara harus mengenal tata cara pemilu, bagaimana pemilu yang berintegritas, resiko hukum, dan hal lainnya,” pungkas Fandi. Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy memberikan pengarahan terkait Undang Undang (UU) pemilu yang baru saja disahkan. UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia, selain karena pemilu serentak, juga UU pemilu ini hasil kodifikasi atas tiga UU. “Sebelumnya pemerintah memberikan judul UU penyelenggaran pemilu, tetapi kami merubahnya judulnya menjadi UU pemilu. UU ini pada dasarnya gabungan dari UU Penyelenggara Pemilu, UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, dan UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Bahkan pada awalnya kodifikasi ini untuk lima UU, tambah UU parpol dan UU MD3, tetapi itu pasti lebih rumit dan waktunya mepet,” papar Lukman Edy yang berasal dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Ada persoalan baru juga, tambah Lukman, yaitu UU Parpol dan UU Pilkada yang harus segera direvisi untuk menyesuaikan dengan UU Pemilu. Seperti contoh Bawaslu yang struktur, kewenangan, dan eksistensinya sudah berbeda. Pola transisional juga diperlukan antara UU Pilkada dan UU Pemilu sebagai implikasi dari itu semua. (Arf/red. Foto Ieam/Humas KPU)


Selengkapnya
993

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) RPP

Palu, kpu.go.id – Rumah Pintar Pemilu (RPP) sebagai salah satu program unggulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat. Hal tersebut dalam rangka mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) partisipasi masyarakat dalam pemilu sebesar 77,5 persen. Selain itu, KPU juga sudah melakukan kerjasama dengan Universitas Indonesia (UI) untuk penggunaan Sistem Informasi Partisipasi Masyarakat (Siparmas). Aplikasi ini dapat digunakan untuk merekam kegiatan-kegiatan KPU dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat dalam pilkada dan pemilu. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan yang mewakili Ketua KPU RI saat membuka acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) RPP, Kamis (24/08) di Palu Sulawesi Tengah. Kegiatan ini juga dihadiri Komisioner KPU RI Ilham Saputra dan Evi Novida Ginting Manik, serta Lukman Edi dan Fandi Utomo dari Komisi II DPR RI. Peserta rakornas ini terdiri dari Komisioner Divisi Pendidikan Pemilih dan Sekretaris dari 34 provinsi seluruh Indonesia, serta perwakilan KPU kabupaten/kota yang menjadi pilot project RPP. “Aktifitas yang direkam Siparmas yaitu aspek kegiatan yang prakarsanya dari penyelenggara, kemudian prakarsanya dari masyarakat, pemerintah, atau pihak lain. Siparmas juga dapat menjawab tudingan bahwa KPU tidak ada pekerjaan saat tahapan pemilu berakhir, karena tahapan sosialisasi dan pendidikan pemilih akan terus berkelanjutan,” tutur Wahyu yang juga membidangi divisi pendidikan pemilih di KPU RI. Wahyu juga mengungkapkan KPU akan menerapkan metode baru, yaitu sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis keluarga. Pada dasarnya konsep-konsep baru KPU ini adalah ide-ide besar dari divisi pendidikan pemilih KPU seluruh Indonesia yang dirangkum KPU RI dan akan diadopsi ke dalam Peraturan KPU. Senada dengan Wahyu, Kepala Biro Teknis dan Hupmas Nur Syarifah juga menyampaikan pentingnya RPP ini sebagai tantangan dalam mencapai target RPJMN dan menyongsong pemilu 2019. RPP tidak sebatas bangunan saja, tetapi RPP adalah ruang yang penuh ide kreatif dan menarik bagi pemilih untuk meningkatkan partisipasi dalam pemilu. “Rakornas ini juga untuk evaluasi sejauh mana kontribusi RPP yang dirintis sejak tahun 2015 ini terhadap pencapaian partisipasi pemilih. Sekaligus sebagai shopping list ide bagi KPU yang belum membangun RPP, mengingat pembangunan harus bertahap karena keterbatasan anggaran,” papar Nur Syarifah. Melalui rakornas ini juga dapat diketahui permasalahan yang muncul dalam pembangunan RPP, tambah Nur Syarifah. Hasilnya dapat untuk menyusun kebijakan inovasi untuk menjadikan RPP menjadi sarana strategis bagi pemilih. (Arf/red. Foto Ieam/Humas KPU)


Selengkapnya
980

Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan pembahasan rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

Jakarta, kpu.go.id – Pelaksanaan proses penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pemilu Serentak 2019 diperkirakan akan memakan waktu sampai pukul 04.00 subuh. Hal ini terjadi, jika pemilih dalam satu TPS sebanyak 500 pemilih, dan beban petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang akan menghitung 5 jenis surat suara sekaligus, Jumat (25/8). Jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, Pemilu 2019 akan menggabungkan dua pemilu, yakni Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), serta Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Ini berarti, di TPS, para pemilih akan mendapatkan 5 jenis surat suara. Proses penghitungan surat suara pilpres membutuhkan waktu 1 jam 25 menit. Untuk surat suara DPD 1 jam 45 menit. Kemudian untuk surat suara DPR RI memakan waktu 2 jam 15 menit. Jika digabungkan antara Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kab/Kota diasumsikan 6 jam 45 menit. Belum lagi penyalinan dari formulir C1 plano ke formulir berita acara hasil penghitungan suara yang masing-masing membutuhkan waktu 25 menit. “Jadi bisa dibayangkan dalam kondisi normal, jatuhnya proses (penghitungan suara) itu berakhir pada pukul 03.00 atau 04.00 pagi. Itu kalau tidak ada sengketa, sanggahan, maupun keributan, kondisi normal lah,” ungkap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Pramono Ubaid Tanthowi. Hal tersebut diungkapkan Pramono saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan pembahasan rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis (24/7), di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Waktu itu diperoleh saat KPU pada pekan lalu menggelar simulasi pemungutan dan penghitungan suara per TPS, di Balaraja, Tangerang. Hasilnya, meski berlangsung tanpa kendala, proses pemungutan suara yang diikuti oleh 463 pemilih tersebut baru rampung pukul 13.00 siang. “Dari simulasi itu, rata-rata pemilih normal membutuhkan waktu 6, 7 menit. Sementara pemilih disabilitas 9, 11 menit. dengan 463 pemilih yang hadir, sampai pukul 13.00 siang, waktunya cukup tapi padat sekali,” terang Pramono. Selain Pramono, RDP dengan Komisi II itu juga dihadiri oleh Ketua KPU RI, Arief Budiman dan Anggota KPU Viryan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Kementerian Dalam Negeri. (ook/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)


Selengkapnya